Oleh : Ibrahim
Paranggupito
Sumber
daya alam menjadi penyokong bagi manusia untuk membangun peradaban. Seluruh
kehidupan manusia dalam berbagai aspek memerlukan sumber daya alam yang
sifatnya terbatas. Semakin majunya peradaban manusia, semakin tingginya
populasi penduduknya, maka kebutuhan akan sumber daya alam akan semakin besar.
Eksploitasi sumber daya alam adalah bukti nyata bagaimana pertumbuhan manusia
berbanding terbalik dengan jumlah kekayaan alamnya yang semakin berkurang.
Tentu saja, bila sumber daya alam tersebut sudah diambil secara massal dan
menyimpang dari tata kelola pengambilannya, maka akan ada dampak negatif pada
lingkungan yang harus ditanggung oleh masyarakat disekitarnya. Di Indonesia,
kondisi tersebut sudah amat terasa khususnya bagi masyarakat yang bertempat
tinggal disekitar daerah pertambangan dan pengeboran migas.
Dari
sektor pertambangan, menurut data yang dikeluarkan oleh Jaringan Advokasi
Tambang (JATAM), sebanyak 72 persen lahan atau hutan di Kalimantan dikuasai
oleh sektor pertambangan dan sawit hingga memaksa desa-desa dan sekolah untuk
menjauhi longsoran lumpur yang beracun dan sumber-sumber air yang tercemar. Pencemaran
tersebut dikarenakan produksi batu bara yang memerlukan konsumsi air yang
tinggi dan sering kali mencemari lingkungan. Belum lagi dari limbah pertambangan
emas yang salah satunya adalah zat merkuri.
Mengutip
pemikiran salah satu pakar air asam tambang yang juga selaku Dosen Teknik
Pertambangan ITB, Prof. Dr. Rudy Sayoga Gautama, dalam eksplorasi.co
(30/10/2014) beliau mengatakan bahwa :
“Sampai
sekarang banyak perusahaan tambang belum memperhatikan secara serius pengolahan
air asam tambang. Kebanyakan dari mereka hanya berpikir bahwa untuk mengolah
air asam tambang dengan menabur banyak kapur. Padahal dampak air asam tambang
terhadap lingkungan sangat besar jika tidak dikelola dengan baik.”
Kemudian
dari sektor migas, ambil kasus Blok Cepu, Bojonegoro. Sejak adanya pengeboran
migas, warga mengeluh akibat panasnya cuaca dan minimnya sumber air akibat
pepohonan yang ditumbangkan untuk keperluan industri. Contoh lainnya adalah
pencemaran air laut akibat tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu dan
dampak pencemarannya terjadi hingga Taman Nasional Laut.
Dari
kasus-kasus tersebut, tergambar jelas bagaimana kegiatan eksploitasi sumber
daya alam tidak selaras dengan kelestarian lingkungan hidup. Di Indonesia sendiri,
kegiatan tersebut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 mengenai “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
Disusul
pula dengan peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur tata kelola
industrinya seperti : Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 mengenai
“Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”, Nomor 81 Tahun 2012
tentang “Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga”, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 mengenai “Izin
Lingkungan”.
Dalam
hal ini kita mengetahui bahwa telah ada regulasi dan peraturan perundangan
dalam pelaksanaan eksploitasi sumber daya alam yang menjamin rakyat
disekitarnya memiliki lingkungan hidup yang sehat dan layak. Namun yang menjadi
kendala adalah pelaksanaan dan implementasi dari peraturan-peraturan tersebut.
Berdasarkan
pemaparan sebelumnya, penulis hendak memberikan solusi berupa tindakan-tindakan
aktif yang dapat dilakukan selaku mahasiswa. Solusi-solusi tersebut adalah sebagai
berikut:
- Mendesak kementrian terkait, dalam hal ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tunduk kepada UU No 32/2009 dan peraturan perundangan lain yang mendukungnya. Peraturan dan rincian pelaksanaannya telah tertuang dalam setiap pasal, maka jika UU tersebut ditegakan dan pemerintah berani bertindak tegas untuk memberi sanksi hingga pencabutan izin bagi setiap perusahaan yang melanggar, maka kerusakan lingkungan hidup akibat eksplorasi dapat sangat diminimalisir.
- Dalam sektor migas, kegiatan eksplorasi merupakan kegiatan hulu migas yang dalam hal ini SKK Migas diberikan mandat untuk mengelolanya. Salah satu fungsi SKK Migas adalah fungsi pengawasan dan pengendalian lingkungan dalam operasi hulu migas. Dalam situs resminya, www.skkmigas.go.id, lembaga tersebut telah memfasilitasi peran pengawasan masyarakat dengan dibentuknya “KAWAL SKK Migas”. KAWAL sendiri merupakan singkatan untuk buka(mata, hati, telinga), bawa(buktinya), dan laporkan. Sehingga rakyat dapat melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dengan disertai bukti yang cukup.
- Selain SKK Migas, Kementrian Lingkungan Hidup dan Perhutanan juga turut membuka jalur pengaduan bagi masyarakat baik secara langsung atau online dalam situsnya : penegakanhukum.menlh.go.id melalui Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan Hidup. Jalur tersebut dapat ditempuh sebagai langkah konkret untuk menyikapi kerusakan lingkungan yang terjadi.
- Perketat pengawasan terhadap pemerintah daerah dengan transparansi kontrak. Dalam pelaksanaannya, Indonesia yang menganut sistem otonomi daerah memberikan hak pengeluaran izin eksploitasi sumber daya alamnya kepada setiap pemerintah daerah : gubernur, bupati dan walikota. Dalam sistem ini rentan terjadinya praktek KKN yang jelas akan menyengsarakan rakyat. Perusahaan yang jelas membuang limbahnya tidak sesuai aturan dapat terus beroperasi karena izinnya masih dikeluarkan. Untuk itu perlu adanya sistem transparansi kontrak antara perusahaan dan pemerintah sehingga masyarakat dapat mengawasi kontrak tersebut.
- Kawal perkembangan energi baru dan terbarukan. Selain sektor tambang dan migas, kita tidak boleh mengesampingkan energi alternatif lain yang sifatnya lebih ramah lingkungan. Sehingga secara bertahap, industri energi dapat beralih ke energi yang terbarukan seperti panas bumi dan bioenergi. Disamping itu hal ini juga dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber daya alam yang sifatnya terbatas.
- Untuk mendukung setiap poin diatas, maka penulis memberikan solusi akhir berupa gerakan terstruktur yang sifatnya menyatukan setiap lapisan mahasiswa untuk mengkritisi setiap kerusakan lingkungan hidup yang terjadi akibat eksplorasi. Sehingga dalam pelaksanaannya, dapat bekerja sama dengan lembaga lain yang bersifat independen dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menciptakan tata kelola pengambilan sumber daya alam yang baik sehingga bermanfaat bagi rakyat. Seperti contohnya Indonesia Resources Studies (IRESS) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang tengah gencar membela warga Kalimantan yang airnya tercemar akibat pertambangan batubara.
Bila
ke enam poin gagasan yang penulis paparkan diatas dapat dijalankan dan
diimplementasikan dengan baik, maka UU No 32/2009 dapat ditegakan dan
memberikan regulasi yang baik dalam kegiatan eksplorasi.
Mengingat
pidato Presiden Jokowi dalam KTT APEC 2014 di Beijing, yang mengatakan bahwa
dirinya akan mempermudah arus investasi ke Indonesia khususnya sektor migas,
maka tidak hanya pemerintah yang perlu memperketat pengawasan, tapi juga peran masyarakat
khususnya mahasiswa untuk turut mengawasi dan melaporkan. Karena sejatinya
kekayaan alam adalah untuk kesejahteraan rakyat, bukan justru
menyengsarakannya.
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.” (Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945)